Secara bahasa kata al-Qashash dan al-Qushsh maknanya mengikuti atsar (jejak/bekas). Sedangkan secara istilah maknanya adalah informasi mengenai suatu kejadian/perkara yang berperiodik di mana satu sama lainnya saling sambung-menyambung (berangkai).
Kisah-kisah dalam al-Qur’an merupakan kisah paling benar sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala,
Artinya : ….. “Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah ?" Hal ini, kerana kesesuaiannya dengan realiti sangatlah sempurna.
Kisah al-Qur’an juga merupakan sebaik-baik kisah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala,
Artinya : Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belum mengetahui.
Hal ini, kerana ia mencakup tingkatan kesempurnaan paling tinggi dalam pencapaian balaghah dan keagungan maknanya serta pengaruhnya terhadap perbaikan hati, perbuatan dan akhlaq amat kuat.
Jenis-Jenis Kisah
Kisah al-Qur’an terbahagi menjadi 3 jenis:
1. Kisah mengenai para nabi dan Rasul serta hal-hal yang terjadi antara mereka dan orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir.
2. Kisah mengenai individu-individu dan golongan-golongan tertentu yang mengandungi pelajaran. Kerananya, Allah mengisahkan mereka seperti kisah Maryam, Luqman,Dzulqarnain, Qarun, Ash-habul Kahf, Ash-habul Fiil, Ash-habul Ukhdud dan lain sebagainya.
3. Kisah mengenai kejadian-kejadian dan kaum-kaum pada masa Nabi Muhammad Saw, seperti kisah perang Badar, Uhud, Ahzab (Khandaq), Bani Quraizhah, Bani an-Nadhir, Zaid bin Haritsah, Abu Lahab dan sebagainya.
Beberapa Hikmah Penampilan Kisah
Hikmah yang dapat dipetik banyak sekali, di antaranya:
a. Penjelasan mengenai hikmah Allah Swt dalam kandungan kisah-kisah tersebut, sebagaimana firman-Nya,
“Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran). Itulah suatu hikmat yang sempurna, maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka).” (al-Qamar/54:4-5)
b. Penjelasan keadilan Allah Swt melalui hukuman-Nya terhadap orang-orang yang mendustakan-Nya. Dalam hal ini, firman-Nya mengenai orang-orang yang mendustakan itu,
“Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, kerana itu tiadalah bermanfa’at sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan.” (QS. hud/11:101)
c. Penjelasan mengenai kurnia-Nya berupa diberikannya pahala kepada orang-orang beriman. Hal ini sebagaimana firman-Nya :
“Kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu sebelum fajar menyingsing.” (QS. Al-qamar/54:34)
d. Hiburan bagi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam atas sikap yang dilakukan orang-orang yang mendustakannya terhadapnya. Hal ini sebagaimana firman-Nya :
“Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulnya); kepada mereka telah datang rasul-rasulnya dengan membawa mukjizat yang nyata, zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. Kemudian Aku azab orang-orang yang kafir; maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Ku.” (QS.fathir/35:25-26)
e. Cadangan bagi kaum Mukminin dalam hal keimanan di mana dituntut agar tegar di atasnya bahkan menambah frekuensinya sebab mereka mengetahui bagaimana kaum Mukminin terdahulu selamat dan bagaimana mereka menang saat diperintahkan berjihad. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt :
“Maka Kami telah memperkenankan doanya dari menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikian itulah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS.al-Anbiya’/21:88)
Dan firman-Nya yang lain :
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (QS.ar-Rum/30:47)
f. Peringatan kepada orang-orang kafir akan akibat terus menerusnya mereka dalam kekufuran. Hal ini sebagaimana firman-Nya :
“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memerhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (QS.muhammad/47:10)
g. Menetapkan risalah Nabi Muhammad Saw sebab berita-berita tentang umat-umat terdahulu tidak ada yang mengetahuinya selain Allah Swt. Hal ini sebagaimana firman-Nya,
“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini.” (QS.Hud/11:49)
Dan firman-Nya yang lain :
”Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (iaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah.” (Ibrahim/14:9)
Apa Faedah Pengulangan Kisah?
Ada di antara kisah-kisah al-Qur’an yang hanya disebutkan satu kali saja seperti kisah Luqman dan Ash-habul Kahfi. Ada pula yang disebutkan berulang kali sesuai dengan keperluan dan mashlahah. Pengulangan ini pun tidak dalam satu aspek, tetapi berbeda dari aspek panjang dan pendek, lembut dan keras serta penyebutan sebahagian aspek lain dari kisah itu di satu tempat namun tidak disebutkan di tempat lainnya.
Hikmah Pengulangan Kisah
Di antara hikmah pengulangan kisah ini adalah:
- Penjelasan betapa pentingnya kisah sebab dengan pengulangannya menunjukkan adanya perhatian penuh terhadapnya.
- Menguatkan kisah itu sehingga tertanam kukuh di hati semua manusia
- Memerhatikan masa dan kondisi orang-orang yang diajak bicara. Kerana itu, anda sering mendapatkan kisahnya begitu singkat dan biasanya keras bila berkenaan dengan kisah-kisah dalam surah-surah Makkiyyah, namun hal sebaliknya terjadi pada kisah-kisah dalam surah-surah Madaniyyah
- Penjelasan sisi balaghah al-Qur’an dalam pemunculan kisah-kisah tersebut dari sisi yang satu atau dari sisi yang lainnya sesuai dengan tuntutan kondisi
- Nampak terangnya kebenaran al-Qur’an dan bahawa ia berasal dari Allah dimana sekali pun kisah-kisah tersebut dimuat dalam beragam jenis namun tidak satu pun terjadi kontradiksi.
Kisah Dzulqarnain :
• • • • • • • •
Artinya : “akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya". Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, Maka diapun menempuh suatu jalan. hingga apabila Dia telah sampai ketempat terbenam matahari, Dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan Dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: "Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan[889] terhadap mereka. berkata Dzulkarnain: "Adapun orang yang aniaya, Maka Kami kelak akan mengazabnya, kemudian Dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan Kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami".
Dahulu ahli kitab kaum musyrikin bertanya kepada Rasulullah Saw tentang kisah Dzulqarnain, Allah Swt memerintahkan beliau utuk megatakan :
سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا : “Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya.”
Cerita yang mengandung berita yang memberi kecukupan dan pembicaraan yang mengagumkan. Maksudnya, aku akan bacakan kepada kalian tentang Dzulqarnain, yang bisa menjadi ibrah (pelajaran). Adapun hal-hal lain yang tidak menjadi pelajaran, beliau tidak membacakannya Kepada mereka.
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي اْلأَرْضِ : “Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di Muka bumi”
Maksudnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kekuasaan dan memantapkan pengaruhnya di segenap penjuru bumi, dan ketundukan mereka kepadanya.
وَءَاتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا. فَأَتْبَعَ سَبَبًا “Dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, Maka dia pun menempuh satu jalan”
Maksudnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan sebab-sebab (sarana) yang menyampaikan kepada kedudukan yang dicapainya itu. Sarana-sarana itu membantunya untuk menaklukkan berbagai negeri, memudahkannya mencapai tempat-tempat yang paling jauh yang dihuni manusia. Dia menggunakan sarana-sarana yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan itu, sesuai dengan fungsinya. Karena tidak setiap orang yang mempunyai sebuah sarana, kemudian dia (mau) menjalaninya. Dan tidak setiap orang mempunyai kemampuan untuk menjalani sebab itu. Sehingga, ketika terkumpul antara kemampuan untuk menjalani sebab yang hakiki dan (kemauan) menjalaninya, tercapailah tujuan. Dan bila keduanya (kemampuan dan kemauan) atau salah satunya tidak ada maka tujuan tidak akan tercapai.
Sarana-sarana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada Dzulqarnain tidak diberitakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita. Tidak pula berita-berita itu dinukilkan para ahli sejarah kepada kita dengan penukilan yang meyakinkan. Maka, tidak ada yang pantas bagi kita kecuali diam serta tidak melihat pada apa yang disebutkan para penukil kisah Israiliyat dan yang semacamnya. Hanya saja kita tahu secara global bahwa sebab-sebab tersebut kuat dan banyak, baik sebab internal maupun eksternal. Dengan sebab-sebab itu, dia mempunyai pasukan yang besar, banyak personil dan perlengkapannya, serta diatur dengan baik. Dengan pasukan tersebut, dia mampu mengalahkan musuh-musuh, memudahkannya untuk sampai ke belahan timur, barat maupun segenap penjuru bumi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan sebab kepadanya yang mengantarkannya sampai ke tempat terbenamnya matahari, hingga dia melihat matahari dengan mata kepala seakan-akan matahari itu tenggelam di lautan yang hitam. Dan ini biasa bagi orang yang hanya ada air (lautan) antara dia dan ufuk terbenamnya matahari. Dia melihat bahwa matahari tenggelam ke dalam laut itu, meskipun dia berada pada puncak ketinggian
Di sana, yakni di tempat terbenamnya matahari tersebut, Dzulqarnain menemukan sekelompok manusia
قُلْنَا يَاذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا “Kami berkata: ‘Hai Dulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka”
Yakni, engkau bisa mengadzab mereka dengan pembunuhan, pukulan, atau menawan mereka dan semacamnya. Atau engkau berbuat baik kepada mereka. Dzulqarnain diberi dua pilihan, karena –yang nampak– kaum itu adalah orang kafir atau fasik, atau mereka memiliki sebagian sifat-sifat tersebut. Karena bila mereka adalah kaum yang beriman bukan orang fasik, tentu Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan keringanan bagi Dzulqarnain untuk mengadzab mereka. Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain memiliki as-siyasah asy-syar’iyyah yang menjadikannya berhak dipuji dan disanjung, karena taufiq yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya. Dia lalu berkata: “Aku akan menjadikan mereka dua bagian :
أَمَّا مَنْ ظَلَمَ : “Adapun orang yang aniaya.” Yakni kafir.
فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَى رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا
“Maka kami kelak akan mengadzabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Dia mengadzabnya dengan adzab yang tidak ada taranya.” Yakni, orang yang aniaya akan mendapatkan dua hukuman, hukuman di dunia dan di akhirat.
وَأَمَّا مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَى
“Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan.” Yakni sebagai balasannya, dia akan mendapatkan surga kedudukan yang baik di sisi Allah Swt pada hari kiamat.
وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا “Dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami
Yakni, kami akan berbuat baik kepadanya, berlemah lembut dalam tutur kata, dan kami permudah muamalah baginya. Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain termasuk raja yang shalih, wali Allah Subhanahu wa Ta’ala yang adil lagi berilmu, di mana dia menepati keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan memperlakukan setiap orang sesuai dengan kedudukannya
Dzulqarnain mendapati matahari terbit di atas komunitas manusia yang tidak memiliki pelindung dari sinar matahari. Bisa jadi karena mereka tidak menyiapkan tempat tinggal, karena mereka masih liar, tidak beradab, dan nomaden. Atau bisa juga karena matahari selalu berada di atas mereka, tidak pernah tenggelam. Sebagaimana hal ini terjadi di wilayah Afrika Timur bagian selatan. Dzulqarnain telah sampai kepada suatu tempat yang belum pernah diketahui penduduk bumi, terlebih pernah mereka datangi (secara fisik) dengan tubuh mereka. Namun demikian, ini semua terjadi dengan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala atas Dzulqarnain dan pengetahuannya terhadap hal itu. Oleh karena itu, Allah berfirman :
كَذَلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا “Demikianlah. Dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.”
Maksudnya, Kami mengetahui kebaikan dan sebab-sebab agung yang ada padanya, dan ilmu Kami bersamanya, kemanapun ia menuju dan berjalan.
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا. حَتَّى إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لاَ يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلاً
“Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan keduanya suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan”
Para ahli tafsir berkata: Dzulqarnain pergi dari arah timur menuju ke utara. Sampailah dia di antara dua dinding penghalang. Kedua dinding penghalang itu adalah rantai pegunungan yang dikenal pada masa itu, yang menjadi penghalang antara Ya`juj dan Ma`juj dengan manusia. Di hadapan kedua gunung itu, dia menemukan suatu kaum yang hampir-hampir tidak bisa memahami pembicaraan, karena asingnya bahasa mereka dan tidak cakapnya akal dan hati mereka. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi Dzulqarnain sebab-sebab ilmiah yang dengannya bahasa kaum itu menjadi bisa dipahami dan dia memahamkan mereka. Dia bisa berbicara kepada mereka dan mereka bisa berbicara kepadanya. Mereka kemudian mengeluhkan kejahatan Ya`juj dan Ma`juj kepada Dzulqarnain. Mereka merupakan dua umat yang besar dari keturunan Adam ‘alaihissalam.
Kaum itu berkata :
قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ “Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku adalah lebih baik”
Maksudnya, lebih baik daripada apa yang kalian berikan kepadaku. Aku hanyalah meminta kalian untuk membantuku dengan kekuatan tangan-tangan kalian.
أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا “Agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.” Yakni sebagai penghalang agar mereka tidak melintasi kalian.
آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ “Berilah aku potongan-potongan besi.”
Merekapun memberinya.
حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ “Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu.”
yaitu dua gunung yang antara keduanya dibangun penghalang.
قَالَ انْفُخُوا “Berkatalah Dzulqarnain: ‘Tiuplah (api itu)’
Maksudnya, nyalakanlah dengan nyala yang besar. Gunakanlah alat tiup agar nyalanya membesar, sehingga tembaga itu meleleh. Tatkala tembaga itu meleleh, yang hendak dia tuangkan di antara potongan-potongan besi,
آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا “Berilah aku tembaga agar kutuangkan ke atas besi panas itu.” Maksudnya, tembaga yang mendidih. Aku tuangkan tembaga yang meleleh ke atasnya. Maka dinding penghalang itu menjadi luar biasa kokoh. Terhalangilah manusia yang berada di belakangnya dari kejahatan Ya`juj dan Ma`juj.
فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا “Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya.”
Maksudnya, mereka tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk mendakinya karena tingginya penghalang itu. Tidak pula mereka bisa melubanginya karena kekokohan dan kekuatannya. Setelah melakukan perbuatan baik dan pengaruh yang mulia, Dzulqarnain menyandarkan nikmat itu kepada Pemiliknya. dia berkata :
هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي “Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku
Maksudnya, merupakan karunia dan kebaikan-Nya terhadapku. Inilah keadaan para khalifah yang shalih. Bila Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan nikmat-nikmat yang mulia kepada mereka, bertambahlah syukur, penetapan, dan pengakuan mereka akan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana ucapan Sulaiman ‘alaihissalam ketika singgasana Ratu Saba` tiba di hadapannya dari jarak yang sedimikian jauh.
قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ “Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya.”
Ini berbeda dengan orang yang congkak, sombong, dan merasa tinggi di muka bumi. Nikmat-nikmat yang besar menjadikan mereka bertambah congkak dan sombong. Sebagaimana ucapan Qarun ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya perbendaharaan yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat dia berkata :
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.”
Ucapan Dzulqarnain: فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا “Maka apabila sudah datang janji Rabbku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabbku itu adalah benar.”
Maksudnya, waktu keluarnya Ya`juj dan Ma`juj. جَعَلَهُ “Dia akan menjadikannya....” Maksudnya, menjadikan dinding penghalang yang kuat dan kokoh itu (hancur luluh), dan runtuh ratalah dingding itu dengan tanah.
وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا “Dan janji Rabbku itu adalah benar.”
وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ “Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain.”
Bisa jadi dhamir (kata ganti mereka) kembali kepada Ya`juj dan Ma`juj –ketika mereka keluar kepada manusia– karena banyaknya jumlah mereka dan meliputi seluruh permukaan bumi, sehingga mereka berbaur satu sama lain. Sebagaimana firman Allah Swt
حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ “Hingga apabila dibukakan (dinding) Ya`juj dan Ma`juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi”
Bisa juga kata ganti tersebut kembali kepada seluruh makhluk pada hari kiamat. Mereka berkumpul pada hari itu dalam keadaan banyak sehingga bercampur-aduk antara satu dengan yang lain”
Selama ini banyak disalah pahami bahwa Dzulqarnain adalah Alexander Agung atau Alexander The Great, seorang penakluk asal Macedonia. Padahal yang dimaksud Al-Qur’an, Dzulqarnain adalah seorang shalih yang hidup di masa Nabi Ibrahim, bukan seorang kafir yang merupakan anak didik filosof Yunani, Aristoteles. Berikut ini kami nukilkan penjelasan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam
Fathul bari tentang Dzulqarnain.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu membawakan kisah Dzulqarnain dalam Kitabul Fitan bab Qishshatu Ya`juj wa Ma`juj dalam Shahih-nya, sebelum Bab Qaulullah ta’ala Wattakhadza Ibrahima Khalilan. Hal ini merupakan isyarat untuk melemahkan pendapat yang mengatakan bahwa Dzulqarnain yang disebut dalam Al-Qur`an adalah Iskandar Al-Yunani (Alexander Agung 1). Karena Iskandar 2 Al-Yunani hidup pada masa yang berdekatan dengan zaman Nabi ‘Isa As, Padahal perbedaan masa antara Nabi Ibrahim dan Nabi ‘Isa lebih dari 2.000 tahun. Dan yang nampak, Iskandar yang akhir ini dijuluki Dzulqarnain juga untuk menyamakannya dengan Iskandar yang pertama, dari sisi luasnya kerajaan dan kekuasaannya atas banyak negeri. Atau, ketika Iskandar yang kedua ini menaklukkan Persia serta membunuh raja mereka, maka dua kerajaan yang luas –Persia dan Romawi berada di bawah kekuasaannya, sehingga dia dijuluki dengan Dzulqarnain (yang memiliki dua tanduk).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar