Adz Dzahabi menerangkan, bahwa al Razi adalah salah seorang mufasir yang dikelompokan kedalam kelompok mufasir klasik. Sebagaimana mufasir yang lainnya, al Razi banyak mendapat sanjungan dari penggemarnya, akan tetapi tidak sedikit yang mengkeritiknya.
Nama lengkap Fakhruddin al Razi adalah Abu Abdullah Muhammad bin Umar Diyauddin bin Hasan al Tamimi al Bakri al Tabaristani al Razi Fackruddin, adalah seorang cendikiawan muslim juga seorang ulama besar yang hidup dikawasan sekitar Persia bagian utara pada abad ke 12-13 (6-7 H). beliau dilahirkan di Rayy dekat Theheran Iran pada tanggal 15 Ramadhan tahun 1149 M (543 H) dan wafat di Heran pada tahun 1209 M (606 H),[1]
- Pendidikan dan Aktifitas Al Razi
Al Razi pertama kali belajar pada orang tuanya sendiri yang bernama Diyauddin, beliau adalah seorang ulama yang cukup dikagumi di masyarakat Ray. Dari ayahnya ia belajar Fiqih, Ushul Fiqih dan Ilmu Kalam (Theologi), ia mendalami berbagai macam-macam pengetahuan dari sejumlah ulama yang terkemuka lainya. Setelah kemudian melanjutkan studinya ke beberapa ulama besar lainnya.
Beliau belajar filsafat, teologi ke dua ulama, yaitu Muhammad al Baghwi dan pada Majduddin al Jilli, serta mempelajari ilmu fiqih dan Ushul fiqih dari al Kamal as Samani. Berkat ketekunan, baik dalm mendekati para ulama terkemuka maupun dalam mentela’ah sendiri (disebutkan sejumlah buku seperti buku asy Syamil karangan Juwaini tentang Ilmu Kalam, buku al Mustafa karangan al Gazali tentang Ushul fiqih, dan al Mu’tamad karangan abu Husain al Basri tentang ilmu Ushul Fiqih, bukan saja dibaca akan tetapi ia menghapalnya), ia berhasil menjadi ensklopedis yang sulit ditandingi.
Al razi adalah seorang ulama yang jenius ia mengusai berbagai disiplin ilmu diantaranya. Ia mengusai Fiqih, Ushul Fiqih, sastra Arab, Tologi, Tafsir, Logika, Filsafat, Kedokteran. Matematika, Fisika dan Astronomi dan lain sebagainya.
Al Razi memepelajari Ilmu Ushul Fiqih bersama Ayahnya. Ayahnya belajar kepada Abu Al Qashim Sulaiman ibn Nashir. Abu Al Qashim sulaiman ibn Nashir belajar dari imam Haramain Abu Al Ma’aly al Isfarayainy. Dan ia belajar dari al Syaihk al Sunnah Abu Hasan Ali Ibn Ismail al al Asy’ary.
Al Razi memepelajari Ilmu Fiqih dari ayahnya juga, ayahnya belajar kepada Abu Muhammad al Husain al Marzawy dan Husain Al Marzawy belajar dari Al Qafal. Al Qafal belajar dari abu Ishaq al Marzawy. Kemudian abu Ishaq al Marzawy belajar kepada Abu Abbas ibn Suraij (Ahmad ibn Umar), Abu Abbas ibn Suraij belajar kepada Abu Qashim al Inmahthy dan Abu Qashim al Inmahathy, ia belajar dari imam Syafi’i
Dalam bidang Fiqih Al razi menganut mazdhab Syafi’I, disamping itu ia termasuk seorang yang gigih mempertahankan pemikiran yang dikembangkan kaum Asy’Ariyah. Sebgai seorang yang menguasai ilmu logika dan filsafat, sehingga dalam kajian ilmu kalam ia menggunkan kajian filsafat.
Dari pendekatan itulah banyak yang menganggap bahwa ia adalah seorang mu’tazilah. Padahal dalam kitabnya ia sangat mengkritik pokok-pokok pemikiran mu’tazilah. Karena Al Razi mencoba membangkitkan kembali filsafat, maka ia mendapat gelar tokoh, refotrmasi dunia islam abad VI H.
- Karya-karya Al Razi
Al Razi adalah seorang ilmuan muslim yang sangat produktif, banyak sekali karya-karyanya yang telah ia tulis, ia kurang lebih mengarang 200 kitab dan diantara hasil karyanya adalah sebagai berikut :
1. Dalam bidang ilmu kalam, ia mengarang : al Muthalib al ‘Aliyah min al Ilmi al Ilahi, Asas Al Taqdis, al Arbain fii ushul al Din, dan Muhassal afkar al Mutaqaddimin wal al Mutaaakhkhirin min ulama wal Hukama wal al mutakalimin.
2. Dalam bidang tasawuf , diantaranya : al Irsyad al Nadhar ilaa lathaif al Asrar dan Syarah ‘Uyun al Hikmah
3. Dalam bidang filsafat, diantaranya : Syarah Qishm al Ilahiyyah min al Isyarat li ibn Sina, Syarah al Isyrah wa al Tanbihat li ibn Sina, Syarah al Qanun li ibn Sina dan Lubab al Isyarat.
4. Dalam bidang sejarah diantaranya, Manaqib al Imam Syafi’I dan Syarah Saqt al Zind li al Mu’ri
5. Dalam bidang Ushul Fiqih diantaranya, al mahsul fii ilmi Ushul Fiqih dan al Ibthal al Qiyasi.
6. Dalam bidang tafsir diantaranya, al asrar al Tanzil wa anwaru al ta’wil, ihkam al ahkam, al Burhan Fi Qirrati al Qur’an, Dzurrtu al Tazil wa al Ghurratu al Ta’wil fii ayat Mutasyabihat dan al Bayan wa al Burhan fii al Radd’ ala ahli wa Thugyan.
Adapun diantara karya tulis yang paling besar adalah buku Tafsir yang berjudul Mafatih Al Ghaib, yang disebut juga al Tafsir al Kabir (Tafsir Besar) yang terdiri atas belasan jilid / melalui karya tafsirnya itu ia berupaya mencurahkan segenap ilmunya yang ensklopedis, dan dengan demikian buku tafsirnya lain dari buku-buku tafsir yang lain. Melalui ayat-ayat yang menyentuh bidang filsafat, ia tuangkan bahsan-bahasan yang bersifat filsafi, melalui ayat-ayat yang menyentuh bidang teologi, ia tuangkan bahasan yang bersifat teollogi, dan tidak lupa tujuan membenarkan paham Asy’ariyah, melalui ayat-ayat yang menyentuh bidang fiqih, ia menyajikan perbincangan-perbincangan masalah fiqih dan seterusnya. Melalui tafsirnya ia tuangkan bahwa dalam Al-Quran itu mengandung berbagai asfek kehidupan dan realitas, menghendaki penguasaan banyak bidang pengetahuan bagi siap saja, baik secara sendiri-sendiri atau berkerjasama yang ingin menyingkapkan maksud al-Qur’an secara lengkap. Karena disana mengandung berbagai macam disiplin ilmu.
Disamping kitab-kitab tersebut, masih banyak terdapat karya-karya beliau berupa manuskrif baik dalam tulisan Arab maupun tulisan Persia, Demikianlah Al Razi dalam karyanya.
- Gambaran Umum Tafsir Al Razi
Diantara gambaran umum mengenai tafsir Mafatih al Ghaib Al Razi dan sekaligus kekurangannya adalah sebagai berikut :
1. Pembahasannya sangat luas, jadi tiap ayat dibahas dari bebrabgai kajian sesuai dengan keluasan ilmu al Rzi, dimana corak teologi, filsafat, bahasa dan hukum menjadi unsur yang paling menonjol dan selalu diungkapkan disamping pembahsannya yang luas tentang ayat-ayat yang berbicara tentang kauniah. Pembahasan untuk tiap-tiap ayat disusun dalam beberapa masalah dan tiap masalah tersebut sering memunculkan sub-sub masalah lagi, saking luasnya pembahsan tersebut, ada sebagian ulama yang menganggapnya sudah keluar dari kontek penafsiran, sehingga wajar ia mendapat gelar “fihi kulla syaiin allaa at tafsir”. Akan tetapi al Razi selalu mengungkapkan maksud dan kandungan pokok setiap ayat.
2. Penggunaan hadist yang relatif rendah, oleh karena itu dalam pembahasaan jarang seklai hadits, kalaupun ada beliau berhujjah dengan hadits biasanya dipergunakan dalam masalah ibadah (fiqih) dan merajihkan satu pendapat (mazdhab syafi’i) dengan tidak menyebutkan hadits tersebut secara lengkap begitu juga kualitas hadits tersebut. Dan masalah asbabun nuzul di luar masalah hukum, al Razi lebih suka menukil pendapat para filosof dan hukama, dan inilah kekurangan beliau dalam menukil riwayat menjadikan tafsir ini terbebas dari riwayat israiliyat.
3. Sebelum mengungkapkan makna ijmal tiap ayat, al Razi selalu menganalisa makna mafradat dan tidak jarang menggunkan sa’ir untuk mendukung pembuktian makna bahasa dan kandungn balagahnya, hal ini menunjukan keluasan beliau dalam bidang kesusastraan bahasa Arab,
4. Adanya penyuguhan ragam qiraat yang dapat mempengaruhi perbedaaan makna, disertai dengan argumen kebahasaan seperti Ilmu Nahwu, sebagaimana al Kasyaf, Jami al Kabirpun (al Razi) menyuguhkan pembahasaan secara luas .
5. Menungkapkan hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lain (manasabatul ayat)
6. Menta’wil ayat-ayat yang berkonotasi tajsim bagi Tuhan dengan memahaminya sebagai ayat yang majazi.
7. dan yang lebih menarik dalam tafsirnya itu ia menguraikan tentang ilmu falaq, eksakta, fisika, filsafat dan teologhi yang dikemas dalam metode dan argumentasi para filosof yang rasional.
8. Karena terlalu lebar dalam pembahasana dan penafsirannya, terkadang uraiannya, kurang pas dengan ayat itu sendiri, hal-hal yang tidak terlalu penting pun kadanag dibahas, sehingga tafsir ini seolah sebuah ensiklopedi ilmiah tentang ilmu, kedokteran, fisika, kosmologi dan astronomi. Dengan demikian para ulama menyatakan bahwa tafsir ini nampak kehilangan relevansinya sebagai tafsir. [2]
Akan tetapi bagaimanapun Tafsir Mafatih Al Ghaib ini telah memberi warna terutama banyak aspek penting yang terkandung didalamnya. Misalnya hal-hal yang berhubungan dengan ilmu kalam. Dalam hal ini al Razi membahas persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Tuhan dan esensinya. Alam semesta dan manusia. Begitu pula dengan ilmu pengetahuan alam, astronomi, ruang angkasa, hewan, tumbuh-tumbuhan dan anatomi tubuh manusia dan juga tentang gramatika tata bahasa dikupas secara panjang lebar.
E. Metode dan Sistematika Tafsir Al Razi
Tafsir karya al Razi ini adalah sebuah karya tafsir yang termasuk tafisir bil ra’yi, walaupun demikian dalam penafsirannya al Razi banyak merujuk kepada imam-imam tafsir seperti : Ibnu Abbas, Mujahid, Qahadah, Al Sudy dan Sa’ad bin Jubair. Ia juga dalam penafsirannya al Razi sering merujuk kepada Muqatil ibn Sulaiman, Abu Ishaq, Al Tsa’labi, Abu Hasan Al Wahidi, Ibn Quitaibah, Muhammad al Thabari, Abu Bakar al Baqilani, ibn Furik, Al Qafa, al Syaki dan Ibn Urfi. Juga merujuk kepada para imam mu’tazilah seperti abu Muslim al Asfahani, al Qadi Abul Jabbar dan Al Zamaksyari. Dalam kebahasaannya al Razi merujuk kepada al Ushulul, Abu Ubaidah, al Farra, al Zujaj dan Mubarrad.
Kemudian bila kita perhatikan dengan teliti, metode yang digunakan oleh al Razi dalam menafsirkan al Qur’an adalah sebagai berikut :
1. al Razi dalam menafsirkan al Qur’an menitik beratkan pada munasabutul ayat, baik hubungan tersebut antara lafazh yang termasuk dengan ayat tersebut, hubungan ayat sebelum dan sesudahnya hubungan surat dengan surat lainnya. Sehingga menjadi jelas permasalahan apa yang ada dalam al Qur’an berupa hikmah rahasia susunannya. Seperti ketika al Razi menafsirkan lafadzh :
uqèd Ï%©!$# Yn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèÏJy_
Beliau menguatkannya dengan surah al Jatsiyah ayat 13 yang berbunyi
t¤yur /ä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# $YèÏHsd
“Allah menundukan bagimu apa yang ada di langit dan bumi semuanya”.. kemudian al Razi pun mengaitkannya dengan surat Abasa ayat 25 yang berbunyi :
$¯Rr& $uZö;t7|¹ uä!$yJø9$# ${7|¹
“Sesunguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit)”
2. Metode tafsir al Razi banyak urainnya yang menjurus kepada ilmu pasti, filsafat dan keilmuan lainnya.
3. Dalam menafsirkan al Qur’an al Razi, banyak mengemukakan pendapat para ahli filsafat dal ahli kalam, kemudian membantahnya dan membela ahlu sunnah wal jama’ah. Bahkan yang menjadi sasaran adalah pendapat mu’tazilah. Ia sering mengutip pendapat mu’tazilah, Qadariyyah, jabariyyah untuk kemudian dikeritik dan membantahnya dengan merajihkan pendapat Asy’ariyyah yang biasa diredaksikan dengan “qaala Ashabuna” dan “wa naqulu”. Untuk mempertahankan argumennya al Razi sering memeprgunakan argument filsafat (logika) sehingga tafsir ini bagai sebuah kitab teologi. Seperti tampak dalam menafsirkan surah al fatihah.
4. Ayat-ayat hukum dibahas dengan menggubakan pendapat para fuqaha dan membelanya untuk madzhab Syafi’I, yang menjadi pola anutannya dalam bidang ibadah dan mu’amalah. Latar belakang keilmuannya al Razi tumbuh dan berkembang dalam lingkungan syafi’iyah, sehingga dalam setiap karya tafsirnya selalau merajihkan pendapat dan argumentasi Syafi’I ketika ia berhadapan dengan madzhab lain seperti madzhab Hanafi, Maliki dan lainnya, seperti ketika ia menafsirkan tentang surah al fatihah.
- Ia memandang bahwa basmalah termasuk ayat dari surat al fatihah, sehingga orang yang haid tidak boleh membaca basamalah.
- Surah al fatihah wajib dibaca pada setipa raka’at shalat, baik oleh imam, maupun oleh makmum. Padahal sebelum menyimpulkan demikian beliau memaparkan argumentasi keenam mdzhab lainnya yang berbeda pandangan dalam bacaan al fatihah dalam shalat.
- Membaca al fatihah harus dengan bahasa arab dan tidak boleh diganti dengan bahasa lainnya. Berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang membolehkan penggunaan dengan bahasa lain bagi orang yang belum hafal al fatihah sedangakan bagi yang sudah hapal sekalipun walaupun baginya bersifat makruh.
- Dalam masalah hukum, terkadang al razi memperkuat argumennya dengan hadist sekalipun kualitas dan sanadnya tidak disebutkan secara lengkap.
5. Al Razi dalam Al Qur’an banyak mengemukakan masalah-masalah usul fiqih, balagah, nahwu dan lain-lain terutama dalam menerapkan metode diatas.
Menurut penelitian al Syekh Khalil al ma’ia al Azhar, libanon, bahwa ciri-ciri khas kitab Tafsir al Razi adalah sebagai berikut :
1. Istidraj, artinya mengemukakan pendapat, mendalam pembahasannya dan penuh dengan pendapat para ahli hikmah dan filosof. Hal ini dilihat ketika ia menafsirkan lafazh sab’a samawati, mufasir lain menafsirkannya dengan makna hakiki yaitu tujuh lapis langit, sedangkan al Razi memaknainnya dengan makna majazi yakni tujuh pelanet.
2. Mengungkapkan perbedaaan Qira’at, al Razi sering mengungkap dalam tafsirnya mengetengahkan perbedaan Qira’at (kebahasaan), hal ini dilakukan untuk memperjelas makna yang dikandung dalam ayat tersebut, sehingga perbedaan dari lafazh-lafazh itu sangat diperdalam.
3. Tidak terlalu banyak mengemukakan hadits, kalupun ada hanya yang berkitan dengan ayat-ayat ahkam.
4. mencantumkan sya’ir-sya’ir, dalam hal ini al razi untuk memeprdalam makna sebuah lafaz ia mengungkapkannya dengan sebuah sya’ir. Seperti ketika menafsirkan Qs 2:22 yang berbunyi :
Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# $V©ºtÏù uä!$yJ¡¡9$#ur [ä!$oYÎ/
Banyak syair yang disajikan salah satunya ia mengutif syair Abu Nawas sebagai berikut :
5. Kadang-kadang mengemukakan asbabun nuzul, hal ini dibuktikan ketika beliau menceritakan sebab turunya ayat pada surat al Baqarah ayat 238, yakni tentang shalat wustha, yang mengandung makna muhkam dan Mutasyabih.
Para ulama memebrikan komentar bahwa dalam penyusanan tafsirnya al Razi belum sempat menyelesaikan kitab tafsir tersebut. Tetapi para ulama tidak sepakat terhadap pendapat tersebut bahkan sampai sejauh mana beliau menyelesaikan tafsirnya itu. Imam Ibn Hajar Al Asqalany berkata : Orang yang menyelesaikan tafsir Imam Al Razy adalah Imam Ahmad bin Muhammad Abi Al Hazm. Pengarang kitab Kasyfu al Zunun berkata “ Syekh Nadmuddin Ahmad bin Muhammad al Qamuli telah menulis kelengkapan tafsir tersebut dengan Qadly al Qudlat Imam Syihabuddin bin Khalil telah menyempurnkan apa yang kurang dari padanya”.dikatakan bahwa beliu (imam al Razi), telah menyelesaikan kitab tafsirnya itu sampai surat al anbiya. Al Ust DR. Adz Azahabi memberikan pendapat yang sangat menarik tentang beliau “Dalam hal ini saya katakan bahwa al Razi telah menyelesaikan tafsirnya surat al Anbiya” selanjutnya Imam Syihabudin al Khuby melakukan penyemprnaan terhadap kekeurangan tafsir tersebut, namun beliau juga tidak dapat menyelesaikan secara tuntas. Setelah itu tampil lagi Nadmudin ahmad bin Muhammad al Qamuli telah menyempurnakan secara tuntas dan imam al Qamli telah menulis juga penyempurnaan yang lain, bukan yang telah dituliskan menurut kitab kasfu al Zunun. Al Dzahabi, 293
Para ulama sepakat bahwa sesungguhnya Imam Al Razi tidak sempat menyelesaikan penulisannya tafsirnya. Maka jika dengan cermat memeperhatikan dalam tafsir itu, kita hampir tidak menemukan ketidak serasian metode dan alur pembahasan dalam penulisannya, namun yang nampak adalah satu kesatuan yang tunggal dan cara penyajian yang tunggal pula dari awal hingga akhir kitab. Yang demikian itu menunjukan kejeniusan orang-orang yang telah menyelesaikan tafsir tersebut.
Demikianlah kelebihan dan kekeurangan metode tafsir al Kabir wa Mafatih al Ghaib, yang sangat kuat kelebihannya dari pada kekurangannya.
0 komentar:
Posting Komentar